• Pembelajaran PKn Dengan Media Film dan Video
  • Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
  • Karakteristik Pendekatan CTL
Rabu, 11 Juli 2012

Kesulitan Belajar Pada Anak


Kesulitan belajar anak
Sebagai seorang pendidik kita harus mengetahui perkembangan peserta didik kita. Peserta didik kita tidak seluruhnya memiliki kemampuan yang sama, baik dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk menciptakan kelancaran seorang pendidik dalam proses pembelajaran hendaknya kita harus mengenali kesulitan belajar peserta didik.
Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah peserta didik yang memiliki ganguan satu atau  lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Kesulitan belajar peserta didik ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar peserta didik diantaranya :
1.    Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.    Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat indra, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.    Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4.    Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.    Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari penjelasan di atas, seorang pendidik sangat perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya. Kesulitan belajar yang dialami siswa hendaknya menjadi evaluasi oleh seorang pendidik. Selain itu kita juga harus memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik kita agar kesulitan belajar yang dialaminya berangsur-angsur berubah ke arah yang lebih baik. Kompetensi sosial juga harus di maksimalkan oleh pendidik, salah satunya melakukan pertemuan dengan orang tua peserta didik untuk menganalisa bentuk kesulitan belajar yang dialami peserta didik.
Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1.    Out of Law / Tidak taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2.    Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3.    Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4.    Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
Pada awalnya, keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah tergantung pada IQ(intelligence quotient) saja. Namun pada saat ini dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan banyak sekali aspek-aspek yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah, salah satunya adalah kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Kecerdasan emosional (emotional intelligence)  kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati.
Peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional (emotional intelligence) dapat mengatur emosinya dalam proses pembelajaran. Pengaturan emosi dalam proses pembelajaran dapat menghasilkan pemikiran yang lebih bijaksana dan dewasa bagi peserta didik. Dengan demikian, usia yang masih anak-anak tidak menjadi penghalang dalam perkembangan emosi anak dalam proses pematangan.
Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan kita sebagai peserta didik harus mengevaluasi diri kita secara maksimal. Kita tidak boleh membiarkan peserta didik yang rendah prestasinya begitu saja. Akan tetapi kita harus menganalisa perkembangan kesulitan belajar dan emosional peserta didik. Hal ini juga berkaitan dengan kurikulum KTSP mempunyai otonomi khusus dalam pembuatan RPP yaitu dengan menanamkan karakter pada setiap proses pembelajaran yang bertujuan untuk memaksimalkan kecerdasan emosional anak.
Jika berkenan, mohon bantuannya untuk memberi vote Google + untuk halaman ini dengan cara mengklik tombol G+ di samping. Jika akun Google anda sedang login, hanya dengan sekali klik voting sudah selesai. Terima kasih atas bantuannya.
Judul: Kesulitan Belajar Pada Anak; Ditulis oleh Mashindra Prisma Saputra; Rating Blog: 5 dari 5

Tidak ada komentar: