• Pembelajaran PKn Dengan Media Film dan Video
  • Pengertian Pendekatan Konstruktivisme
  • Karakteristik Pendekatan CTL
Minggu, 13 Mei 2012

Model Pembelajaran Scramble

Pembelajaran Scramble
Model Pembelajaran Scramble tampak seperti Model Pembelajaran Word Square, bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan namun dengan susunan yang acak, nah siswa nanti bertugas mengkoreksi ( membolak-balik huruf ) jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat/benar.
Model pembelajaran scramble tampak seperti model pembelajaran word square, bedanya jawaban soal tidak dituliskan di dalam kotak-kotak jawaban, tetapi sudah dituliskan, namun dengan susunan yang acak, jadi siswa bertugas mengoreksi (membolak-balik huruf) jawaban tersebut sehingga menjadi jawaban yang tepat / benar.
Kelebihan Model pembelajaran Scramble :
1.    Memudahkan mencari jawaban
2.    Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut
3.    Semua siswa terlibat
4.    Kegiatan tersw dapat mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
5.    Melatih untuk disiplin
Kekurangan model pembelajaran scramble
1.    Siswa kurang berfikir kritis
2.    Bisa saja mencontek jawaban teman lainnya
3.    Mematikan kreatifitas siswa
4.    Siswa tinggal menerima bahan mentah
Langkah-langkah Model pembelajaran scramble :
1.    Guru menyajikan materi sesuai topic, misalnya guru menyajikan materi pelajaran tentang “Tata Surya”
2.    Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunannya.
3.    Media yang digunakan dalam model pembelajaran scramble :
4.    Buat pertanyaan yang sesuai dengan TP
5.    Buat jawaban yang diacak hurufnya
Media :
Buatlah pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Buat jawaban yang diacak hurufnya
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
Guru menyajikan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai.
Membagikan lembar kerja sesuai contoh.
Susunlah huruf-huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci (jawaban) dari pertanyaan
ada kolom A!

Kolom A
1.    Sebelum mengenal uang orang melakukan pertukaran dengan cara …
2.    … digunakan sebagai alat pembayaran yang sah
3.    Uang … saat ini banyak dipalsukan
4.    Nilai bahan pembuatan uang disebut nilai …
5.    Kemampuan uang untuk ditukar dengan sejumlah barang atau jasa disebut nilai …
6.    Nilai perbandingan uang dalam negeri dengan mata uang asing disebut …
7.    Nilai yang tertulis pada uang disebut nilai …
8.    Dorongan seseorang menyimpan uang untuk keperluan jual beli disebut …
9.    Perintah tertulis dari seseorang yang mempunyai rekening di bank untuk membayar sejumlah uang disebut …

Kolom B
1.    TARREB ……………………………. ( Contoh : jawaban yang benar……BARTER )
2.    GANU …………………………………
3.    TRASEK ………………………………
4.    KISTRINI ………………………………
5.    LIRI ………………………………………
6.    SRUK …………………………………
7.    MINALON ………………………….
8.    SAKSITRAN …………………………
9.    KEC ……………………………………

READ MORE - Model Pembelajaran Scramble

Model Pembelajaran Talking Stick

Pembelajaran Talking Stick
a. Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran Talking Stik adalah suatu model pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat, kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
Dalam penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stik ini, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 orang yang heterogen. Kelompok dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat, yang dalam topik selanjutnya
menyiapkan dan mempersentasekan laporannya kepada seluruh kelas.
(http://jamaluddink1.blogspot.com/2011/07/model-pembelajaran-kooperatif-tipe.html)
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick
Adapun Langkah-langkah Model Pembelajaran Talking Stick adalah sebagi berikut :
1)   Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran.
3)   Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
4) Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.
5)  Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
6) Guru memberikan kesimpulan.
7) Guru memberikan evaluasi/penilaian.
8) Guru menutup pembelajaran.
c.  Kelebihan dan kekurangan Model pembelajaran Talking Stick
Adapun kelebihan model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut :
1) Menguji kesiapan siswa.
2) Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3) Agar lebih giat dalam belajar.
Sedangkan kekurangannya model pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut :
1) Membuat siswa senam jantung.

thanks to: http://www.sriudin.com/
READ MORE - Model Pembelajaran Talking Stick
Jumat, 11 Mei 2012

Teori Behavioristik dan Aplikasinya

Teori Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000). Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (''transfer of knowledge'') ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan belajar secara individual.

READ MORE - Teori Behavioristik dan Aplikasinya

Pengertian Pendekatan CTL

Pengertian CTL
Menurut Nasar (2006:109) ”CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan kaitan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan siswa, sehingga mendorong siswa  untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka”.
Pendekatan pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil belajar. Oleh sebab itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Selain itu Johnson (2008:65) menyatakan bahwa ”Pendekatan CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari”.
Dari pengertian yang diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL menghadirkan situasi dunia nyata dalam kelas dan membantu siswa menghubungkan materi yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna, serta menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran siswa secara penuh.

DAFTAR RUJUKAN
Johnson, Elain, B. 2008. Contextual Teaching and Learning: what it is and why it’s here to stay.  Bandung: MLC

Nasar. 2006. Merancang Pembelajaran Aktif dan Kontekstual Berdasarkan SISKO 2006. Jakarta: Grasindo
READ MORE - Pengertian Pendekatan CTL
Kamis, 03 Mei 2012

Menanamkan karakter pada siswa SD melalui Dongeng

Menanamkan Karakter Melalui Dongeng
          Saya teringat waktu kuliah dulu, yaitu waktu Praktek mengajar (PPL) pada semester VIII dan Praktek Mengajar PLPG. Hahaha. . . .  Kalau diingat-ingat lucu juga ya. . . . Semua teman-teman saya sibuk mencari dongeng untuk mengintegrasikan ke RPP Tematik. Ada meminjam buku dongeng anak-anak di sekitar Asrama kita,ada yang sibuk ke warnet,sampai-sampai ada yang mengarang sebuah dongeng. Dongeng tersebut kita gunakan dalam proses pembelajaran untuk menanamkan karakter pada siswa. Waktu itu saya menggunakan dongeng di bawah ini:

SEMUT DAN BELALANG
          Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah merekakumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.
          "Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"
          "Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
           "Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.
 Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.
Pada saat saya bercerita, siswa saya sangat serius mendengarkan cerita saya. Senang sekali rasanya kita dapat memanage kelas seperti ini, apalagi saya waktu itu mahasiswa yang praktek. Setelah itu saya melakukan tanya jawab seputar dongeng yang saya ceritakan. Yang terakhir saya menanamkan nilai-nilai sebelum saya masuk ke pelajaran PKn, yaitu dengan menanamkan karakter kepada siswa berupa nilai dari dongeng " Semut dan Belalang" yaitu "Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain".
READ MORE - Menanamkan karakter pada siswa SD melalui Dongeng

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus, mungkin sesuatu yang tidak asing lagi bagi kita para Pendidik. Saya teringat waktu di perkuliahan dulu, waktu itu saya belajar mata kuliah Inklusi. Waktu itu saya mempelajari tentang Anak Berkebutuhan Khusus. Untuk lebih lanjutnya silakan lihat tulisan saya di bawah ini mengenai pengertian Anak Berkebutuhan Khusus dan Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus.

Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Berdasarkan kepada peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 72 tahun 1991 tanggal 31 desember 1991 tentang pendidikan luar biasa, sebagaimana tercantum dalam UUSPN No. 2 tahun 1989 pasal 8 ayat (1) dan ayat (2.)
1.  Warga Negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
2. Warga Negara yang memilki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan  asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
1. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
2. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
3. Handicap : Ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.

Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus
Konsep anak berkebutuhan khusus (children with special needs) memiliki makna dan spektrum yang lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional children). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Berikut adalah beberapa contoh dan uraian mengenai Anak Berkebutuhan Khusus:
a.    Tuna netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktifitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
b.   Tuna rungu
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB), Gangguan pendengaran ringan(41-55dB), Gangguan pendengaran sedang(56-70dB), Gangguan pendengaran berat(71-90dB), Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB). Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
c.    Tuna grahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunagrahita sedang (IQ : 36-51), Tunagrahita berat (IQ : 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih dititik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
d.   Tuna daksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
e.    Tuna laras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
f.     Kesulitan belajar
Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
READ MORE - Anak Berkebutuhan Khusus